GpY8BSMpTUM6GSC5TUr8TfClTA==

Jalan Keilmuan Kiai Muhammadun Pondowan Pati


Jalan Keilmuan Kiai Muhammadun Pondowan Pati


Oleh: Mualim*


Mwcnudawe.id - KH Muhammadun atau Mbah Madun merupakan seorang kiai yang alim, allamah, zuhud, dan sederhana. 


Beliau lahir 10 Januari 1910 di Desa Cebolek Kecamatan Margoyoso Pati Jawa Tengah dari pasangan Ali Murtadlo dan Halimatus Sa’diyah. Nasabnya, baik dari jalur ayah dan ibu sampai ke Kiai Mutamakkin Kajen.  


Sejak kecil Kiai Muhammadun sudah terbiasa hidup sederhana. Ayahnya meninggal dunia ketika ia umur 10 tahun. Ibunyalah yang mengasuh ia bersama delapan saudaranya. 


Pendidikannya dimulai dari mengaji Al Qur’an dengan pamannya sendiri. Kemudian Kiai Muhammadun nyantri di Pesantren Salafiyyah dibawah asuhan Kiai Siroj. 


Setelah itu, Muhammadun melanjutkan nyantri  Pondok Pesantren Polgarut yang kala itu diasuh oleh KH Abdussalam (ayahanda dari KH Abdullah Salam). 


Selepas dari Pondok Polgarut, Beliau melanjutkan perjalanannya menuntut ilmu ke Bareng Jekulo Kudus. Di Pondok Pesantren Kauman Ia mengaji dengan KH Yasin, yang tak lain adalah pamannya sendiri. 


Dengan tekun, teliti, sabar, dan semangat tinggi Ia belajar Tauhid, Nahwu, Sharaf, Fikih, Ushul Fikih, Balaghah, Tafsir, Hadis, dan Tasawwuf. 


Kurang lebih 10 tahun Muhammadun belajar dengan Mbah Yasin Bareng. Ia berniat ingin memperdalam ilmunya lagi.


Atas saran dari Mbah yasin, Muhammadun hijrah ke Pekalongan. Di sana Ia belajar kepada Kiai Amir Idris Simbang Kulon Pekalongan. 


Di Pekalongan, Muhammadun tidak hanya mengaji saja, namun Ia diminta oleh Kiai amir untuk ikut mengajar para santri. Kadangkala, ia juga diminta untuk menjadi badal Kiai Amir ketika sedang berhalangan. 


Selang tiga tahun mengaji dan khidmah kepada Kiai Amir Idris, Muhammadun telah berhasil menguasai kitab-kitab besar. 


Ia mendapatkan mutiara-mutiara ilmu yang berlimpah dari gurunya. Bahkan ia mendapatkan ijazah sanad keilmuan yang disandarkan kepada KH Mahfudz Termas. KH mahfudz Termas adalah guru Kiai Amir Idris ketika belajar di Mekkah. 


Adapun sanad keilmuan di bidang tarekat, Kiai Muhammadun berbai’at tarekat Syadziliyah kepada Kiai Abdurrahman Kendal. Selain itu, ia juga berbai’at tarekat Naqsabandiyah kepada Kiai Sanusi Bareng Jekulo Kudus. 


Setalah belajar dari Pesantren Simbang Kulon Pekalongan, Kiai Muhammadun diminta untuk kembali dan mengajar di Pesantren Kiai Yasin Bareng Jekulo. 


Ia mengajar berbagai kitab diantaranya Syarah Jurumiyyah, Syarah Nadzam Al Umrithi, Matan Al Fiyah, Fathul Muin, Fathul Qarib, Syarah Dahlan Al Fiyah, dan Syarah Sullamu Taufiq. 


Tidak hanya itu, Kiai Yasin juga mengambil Kiai Muhammadun sebagai menantunya. Kiai Yasin menikahkan Kiai Muhammadun dengan putrinya, Nafisah. 


Selang beberapa tahun menikah, Kiai Muhammadun beserta keluarga kecilnya boyong ke desa  Pondowan Tayu Pati. 


Kala itu masyarakat Pondowan masih minim dalam masalah agama. Di desa Pondowan inilah Kiai Muhammadun melakukan syiar dakwah islam, merintis pendidikan agama, dan pondok pesantren. 

   

Jerih payah perjuangan Kiai Muhammadun berdakwah di Pondowan sedikit banyak telah tampak hasilnya. Di Pondowan berdiri Pondok Pesantren Darul Ulum dan Masjid Pondowan. 


Lebih dari itu, masyarakat Pondowan yang semula minim dalam masalah agama kini berubah menjadi masyarakat yang agamis dan religius. 


Rabu, 24 Juni 1981, Kiai Muhammadun berpulang ke rahmatullah. Kabut kesedihan menyelimuti Pondowan. Seorang yang alim allamah, teladan ummat, zuhud, dan sederhana telah wafat. 


Beliau wafat meninggalkan Pondok Pesantren yang kini masih kokoh berdiri. Santri-santrinya menjadi pejuang agama di daerahnya masing-masing. 


Sebut saja KH Ulin Nuha Arwani, Kiai Muhammad bin Kiai Yasin Jekulo, Kiai Hanafi, Kiai Mas’udi, Kiai Ma’sum, Kiai Khafidzin, Kiai Imron, Kiai Syathori, dan lainnya.   


Sumber bacaan: Majalah Arwaniyyah Edisi 14. 1439 H.   


*Penulis adalah guru di Mts NU Miftahul Falah Cendono

Komentar0

Type above and press Enter to search.