GpY8BSMpTUM6GSC5TUr8TfClTA==

Inilah Kitab Fasholatan Karya Kiai Asnawi Kudus

 


Judul Kitab : Fasholatan

Penulis : KHR Asnawi

Penerbit : Percetakan Menara Kudus

Resensator : Mualim


Kitab Fasholatan ini merupakan karya Kiai Haji Raden (KHR) Asnawi, ulama kharismatik asal Kudus, ulama pejuang kemerdekaan Indonesia, dan salah satu ulama pendiri Nahdlatul Ulama.  Kitab ini, sesuai dengan namanya “Fasholatan,” secara umum membahas tentang tata cara shalat, baik shalat fardhu maupun shalat sunnah. Dengan kata lain, kitab ini merupakan kitab tuntunan praktis dasar-dasar ibadah shalat. 


Penulisan kitab ini menggunakan dua model, yakni Arab dan Arab-Pegon. Yang dimaksud Arab-Pegon adalah bahasa Jawa yang ditulis dengan huruf Arab. Adapun  penulisan Arab digunakan untuk penulisan, mislanya  lafadz adzan, niat wudhu, surat Al Fatihah, doa, dan bacaan-bacaan lainnya dalam shalat. Sedangkan penulisan Arab-Pegon digunakan untuk menuliskan penjelasan dan terjemahan dari teks-teks yang berbahasa Arab tersebut.


Kiai Asnawi memulai kitab ini dengan menyajikan syair ”Khutbatul Kitab” yang berjumlah sepuluh bait. Dalam Khutbatul Kitab ini Kiai Asnwai menegaskan bahwa kitab Fasolatan ini berisi tentang bacaan-bacaan shalat beserta penjelasan makna-maknanya. Karena itu, Beliau menghimbau agar masyarakat tidak ragu untuk mempelajarinya.    


Sebelum menjelaskan tentang tuntunan shalat, Kiai Asnawi menyajikan terlebih dahulu hadis Rasulullah SAW tentang faedah shalat lima waktu. Hadis tersebut merupakan dialog antara Nabi SAW dengan sahabatnya. Terjemahan bebasnya kurang lebih begini.


“Andai di depan pintu rumah kalian ada sebuah sungai, kemudian setiap hari kalian mandi di sungai tersebut lima kali, apakah masih ada kotoran yang melekat pada tubuh kalian?”

“Tidak ada,” jawab para sahabat.

“Itulah perumpamaan shalat lima waktu.   Siapa yang menjalankan shalat lima watu Allah akan menghapus dosa-dosanya.”


Selain hadis tersebut Kiai Asnawi juga menyertakan hadis keutamaan shalat berjamaah.  Dimana shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendiri dengan mendapatkan keuatamaan dua puluh tujuh derajat. Selanjutnya Kiai Asnawi berpesan kepada orangtua supaya memperhatikan, membimbing, dan melatih anak-anak mereka  untuk menjalankan shalat lima waktu.


Kemudian pembahasan berlanjut dengan hokum adzan, iqamat, dan tata cara menjawab adzan, dan doa setelah adzan. Lebih dari itu, Kiai Asnawi juga menyertakan teks Arab adzan dan iqamat lengkap dengan terjemahnya.


Pembahasan berikutnya adalah tata cara wudhu, doa setelah wudhu, dan hal-hal yang bisa merusak atau membatalkan wudhu. Kemudian pembahasan dilanjutkan dengan tata cara shalat yang meliputi syarat, rukun shalat, sunnah-sunnah shalat, wiridan atau dzikir-dzikir dan doa setelah shalat, dan hal-hal yang membatalkan shalat .


Saat menyajikan rukun shalat Kiai Asnawi menjelaskan secara rinci satu persatu rukun shalat tersebut disertai dengan cara melakukannya dan apa bacaan yang dibaca.


Untuk niat shalat, Kiai Asnwai menyajikan satu persatu niat shalat lima waktu. Misalnya niat shalata Maghrib. Kira-kira bacaannya seperti ini:

اُصَلّى فَرْضَ الْمَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ اَدَاءً مَأْمُوْمًا لِلهِ تَعَالَى
(Ushollii fardhol maghribi tsalaatsa roka’aatin mustaqbilal qiblati adaa-an ma’muuman lillaahi ta’aalaa)


Artinya : Niat ingsun solat fardu maghrib telung roka’at khale madep kiblat tur nekani ing waktune khale dadi makmum kerono Allah ta’ala.

 “Carane takbirotul ihram yaiku ngangkat tangan loro nganti sak dhuwure pundak, kelewan epek-epekke dibuka. Banjur tangane diselehake ono sak dhuwure weteng, sak ngisore dada, tangan tengen nyekel ugel-ugel tangan kiwa, kelawan maca: Allahu Akbar!” demikian Kiai Asnwai menjelaskan takbiratul ihram. 


Setelah shalat fardhu lima waktu, kemudian pembahasan berlanjut pada shalat Jum’at dan hal-hal berkaitan dengannya, shalat qobliyah dan bakdiyah, shalat tarawih, shalat witir, shalat dhuha, shalat gerhana, dan shalat sunnah lainnya. Lebih dari itu, tata cara shalat jamak dan qashar juga menjadi pembahasan dalam kitab ini. Tidak ketinggalan, tata cara shalat jenazah juga disajikan dengan jelas dan gamblang dalam kitab Fasholatan ini.


Kitab Fasolatan ini ditutup dengan penjelasan beberapa “faedah” membaca dzikir-dzikir tertentu. Misalnya faedah membaca sholawat Nariyah, membaca Bismillah, dan lainnya.  Kitab ini disusun dengan bahasa sederhana, lugas, dan jelas, sehingga mudah dipahami masyarakat awam. Kitab ini biasanya diajarkan kepada anak-anak usia SD/MI atau diajarkan di madrasah-madrasah diniyah awwaliyah.  

Komentar0

Type above and press Enter to search.