Pertanyaan
Assalamu’alaikum. Bapak pengasuh rubrik Tanya Jawab Keislaman MWC NU Dawe yang saya hormati. Saya ingin menyampaikan pertanyaan seputar masalah wanita berkaitan dengan puasa Ramadhan. Begini, sudah menjadi kodrat wanita setiap bulan akan mengalami siklus haid. Di bulan Ramadan-pun wanita akan mengalami haid. Jika demikian, tentu wanita tidak akan bisa sempurna melaksanakan puasa sebulan penuh. Sebab haid menjadi salah satu penghalang pelaksanaan ibadah puasa. Selanjutnya, bagaimana jika seorang wanita meminum pil atau suntik anti haid pada bulan Ramadan. Harapannya, ia tidak akan haid selama bulan Ramadan. Sehingga ia bisa berpuasa sebulan penuh. Demikian pertanyaan dari saya. Terima kasih atas jawabannya. Abdullah (nama samaran) Ngaliyan Semarang.
Jawaban :
Wa'alaumussalam wa rahmatullah.
Saudara penanya dan pembaca, semoga dirahmati oleh Allah !
Sebagaimana yang kita maklumi bersama, bahwa kewajiban berpuasa Ramadhan tidak berlaku atas perempuan yang mengalami haid. Berpuasa baginya tidak sah, dan hukumnya justru haram menurut kesepakatan para ulama. (Baca : Al-Mizan Al-Kubra, juz 1, hal. 17).
Puasa Ramadhan merupakan kewajiban yang disyariatkan oleh Islam. Tetapi kewajiban ini bersyarat bagi mereka yang suci dari haidh atau menstruasi. Untuk itu mereka yang tengah mengalami menstruasi haram berpuasa. Tetapi ia mesti mengqadha utang puasanya di luar bulan puasa. Perihal konsumsi obat-obatan dan ramuan sejenisnya untuk mengatur siklus menstruasi ini belum menjadi perbincangan para fuqaha di zaman dahulu. Kasus ini baru dibahas oleh para pakar fikih kontemporer.
Menstruasi merupakan fithrah yang ditakdirkan Allah SWT bagi kalangan wanita. Karenanya seorang muslimah tidak menanggung dosa ketika ia tidak berpuasa saat menstruasi. Ia hanya wajib mengganti utang puasa itu di luar bulan suci Ramadhan. Inilah yang dilakukan muslimah-muslimah di zaman dahulu. Hal ini sejalan dengan fithrah yang ditakdirkan Allah SWT bagi kalangan perempuan.
Dalam sebuah hadits shahih diceritakan bahwa sewaktu Aisyah
menangis karena mengalami haid, Rasulullah menasehatinya dengan berkata :
إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ
عَلَى بَنَاتِ آدَمَ
“Sungguh ini adalah
perkara yang telah ditetapkan Allah untuk anak-anak perempuan keturunan Adam”.
(HR. Al-Bukhari : 294, 5548, 5559 dan Muslim : 1213)
Cerita Aisyah RA ini mengajarkan kepada seluruh wanita agar tidak perlu bersedih ketika mengalami menstruasi karena hal ini sudah ketentuan Allah SWT yang diberikan kepada setiap wanita dan tentunya ada hikmah dan manfaat di baliknya.
Saudara penanya dan pembaca, semoga dirahmati oleh Allah !
Pemberian rukhshah atau dispensasi (keringanan hukum) tersebut secara logis bisa dimaklumi karena perempuan pada waktu mengalami haid atau menstruasi, secara fisik dan psikis tengah mengalami gangguan. Fisiknya cenderung lemah, dan pikirannya kurang konsentrasi. Tidak jarang datangnya menstruasi disertai keluhan berupa rasa sakit dan mual.
Selain puasa, shalat juga tidak diwajibkan kepada perempuan saat haid. Bedanya, puasa harus diqadha', sedangkan shalat tidak perlu diqadha'.
Keringanan tersebut pada umumnya disambut dengan gembira oleh Kaum Hawa. Bagaimanapun, berpuasa pada saat haid tentu akan terasa lebih berat. Namun ternyata bagi perempuan tertentu, hal itu justru malah disesali, sebab menghalangi puasa, yang berarti kehilangan kesempatan untuk beribadah. Meskipun kalau dipikir secara mendalam, meninggalkan puasa karena haid, juga merupakan ibadah tersendiri, kalau diniati menjalankan perintah Allah (yang dalam kasus ini berupa meninggalkan larangan). Bukankah definisi larangan (haram) adalah sesuatu yang berdosa jika dilakukan, dan berpahala jika ditinggalkan?
Sebagaimana Imam Ibnu
Ruslan dalam nazham Zubad
mengatakan :
أَمَّا الْحَرَام فالثواب يحصل * لتارك وآثم من يفعل
Artinya :
"Adapun haram
adalah pahala dihasilkan bagi orang yang meninggalkan , dan dosa bagi orang
yang melakukan".
Saudara penanya dan pembaca, semoga dirahmati oleh Allah !
Berkat kemajuan ilmu farmasi, sekarang telah ditemukan obat untuk memperlambat haid. Dengan meminum obat ini, dimungkinkan seorang perempuan tidak mengalami haid dalam jangka waktu tertentu. Dari sini lalu muncul gagasan memperlambat haid dengan harapan dapat berpuasa sebulan penuh.
Meminum obat memperlambat haid, sejauh tidak membawa akibat negatif (diperlukan pendapat ahli dalam hal ini), itu tidak dipermasalahkan. Dan kalau obat itu terbukti efektif mencegah haid, puasanya juga sah. Prinsipnya, perempuan berpuasa dalam keadaan suci. Terlepas, apakah kondisi suci itu terjadi secara alamiah atau karena pengaruh obat tertentu. Kesimpulan ini, merujuk pada kaidah Ushul fiqih, “ashl al-madhaarr at-tahrim wa al-manaafi' al-hillu. Artinya: "Sesuatu yang tidak dijelaskan status hukumnya oleh dalil agama, apabila bermanfaat hukumnya diperbolehkan, jika membawa madharat dilarang". (Baca : Qurrah Al-'Ain bi syarh Waraqat Imam Al-Haramain, hal. 55).
Meskipun demikian, membiarkan siklus haid secara alami itu
tetap lebih baik karena lebih aman. Pada ghalibnya, melawan fitrah atau
peristiwa alamiah akan menimbulkan dampak negatif, sekecil apapun dampak itu.
Lagi pula, jika seorang perempuan berniat untuk berpuasa jika tidak terhalang
haid, maka insya Allah niat baik itu akan dicatat juga. Bukankah Rasulullah
Saw. bersabda:
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ
ما نوى
(رواه
البخاري ومسلم)
Artinya: "Keabsahan
amal tergantung pada niatnya. Dan setiap orang memperoleh balasan sesuai dengan
apa yang diniatkan.” (HR. Al- Bukhari : 1, dan Muslim : 1907)
Saudara penanya dan pembaca terutama saudari- saudari Kaum Hawa, semoga semuanya dirahmati oleh Allah !
Pada masa haid, memang perempuan diharamkan untuk melakukan sejumlah ibadah tertentu seperti salat, puasa, berhaji, dan membaca Al-Qur'an. Cara Mendekatkan Diri kepada Allah saat haid menjadi agak terbatas karena sedang dalam hadast besar. Namun, meskipun dilarang melakukan ibadah-ibadah penting tersebut, seorang wanita masih bisa mendekatkan diri pada Allah dengan cara lain. Masih sangat banyak amalan-amalan kebaikan yang bisa dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah pada saat haid.
Oleh karena itulah, alangkah pentingnya perempuan selalu berusaha ngaji dengan berbagai cara yang memungkinkan seperti menghadiri Majlis Taklim atau mengikuti kajian atau ceramah agama di TV atau youtube yang disampaikan para ulama dan kiai, yang penting nara sumbernya bisa dipertanggung jawabkan dalam segi ilmu, faham dan akidah. Seperti Gus Baha’, Ummi Fairuz al-Rahbini dan Ning Sheila Hasina Lirboyo (Jangan sampai mengikuti yang tidak bisa dipertanggung jawabkan atau berfaham di luar ASWAJA). Semua itu untuk menambah pengetahuan agama, sehingga mengetahui bahwa ibadah itu tidak hanya seputar salat dan membaca Al-Qur’an saja, tapi ibadah itu banyak jenis dan macamnya, termasuk di bulan Ramadhan.
Berdzikir, memperbanyak baca salawat dan istighfar, menjaga lisan agar tidak menggunjing dan berkata buruk, bersih-bersih rumah, merawat anak, menyiapkan sahur dan buka puasa dan semacamnya, bukankah itu semua itu adalah ibadah yang masih tetap bisa dilakukan perempuan yang sedang haid?. Yang apabila semua itu dilakukan di bulan suci Ramadhan juga bisa berlipat-lipat kali pahalanya? Masalahnya, karena bisa jadi karena kurang ilmu agama dan memang merasa malas, akhirnya hal-hal tersebut tidak dilakukan juga, bahkan celakanya yang dilakukan justru hal-hal yang tidak produktif dan kurang bermanfaat, seperti berlama-lama main HP dan nonton TV, yang akhirnya kerugian yang dihasilkan.
Demikian, mohon maaf dan terimakasih, semoga bermanfaat
Referensi :
1. Al-Mizan Al-Kubra,
1/17
2. Hasyiyah
Al-Qolyubi, 1/99
3. Qurratul 'Ain fi
syarhi Waraqat Imam Al-Haramain, hal. 55
4. Ahkamul 'Ibadaat fi
al-Tasyri' al-islami, 1/89
5. Fatawi al-Lajnah
al-Daimah, 12/192
6. Al-Mubdi' syarh
Al-Muqni', 1/244
7. Fatawi Syar'iyyah
Mu'ashirah, hal. 280
Lampiran Ibarat Kitab :
١. الميزان الكبرى ، الجزء الأول ص ١٧
...وعلى
أن الحائض والنفساء يحرم عليهما الصوم ، ولو أنهما صامتاه لم يصح ، ويلزمهما قضاؤه
٢. حاشية القليوبي ، الجزء الأول ص ٩٩
وتثاب الحائض على ترك ما حرم عليها إذا
قصدت إمتثال الشارع في تركه
٣. قرة العين في شرح ورقات إمام الحرمين ، ص ٥٥
والصحيح التفصيل وهو أن أصل المضار
التحريم ، والمنافع الحل ، قال الله تعالى خلق لكم ما في الارض جميعا ، ذكره في
معرض الإمتنان ولا يمتن إلا بجائز
٤. أحكام العبادات في التشريع الإسلامي الجزء الأول
ص ۸۹
ويجوز للمرأة أن تستعمل دواء لمنع
الحيض في رمضان إن لم يترتب عليه ضرر ، والأفضل أن تجعل المرأة الأمور على طبيعتها
التي أرادها الله ، فالحيض من طبيعة المرأة فإذا جاءها الحيض تركت الصيام والى ما
بعد رمضان وكذلك تترك الصلاة إلى ما بعد
٥. فتاوى اللجنة الدائمة للبحوث والإفتاء ج ۱۲ ص ۱۹۲
س : هل يجوز للمرءة استعمال دواء لمنع
الحيض في رمضان أم لا ؟
ج : يجوز أن تستعمل المرأة أدوية في
رمضان لمنع الحيض إذا قرر أهل الخبرة الأمناء من الدكاترة ومن في حكمهم أن ذلك لا
يضرها ولا يؤثر على جهاز حملها ، وخير لها أن تكف عن ذلك وقد جعل الله لها رخصة في
الفطر إذا جاءها الحيض في رمضان وشرع لها قضاء الأيام التي أفطرتها ورضي لها بذلك
دنيا
٦. المبدع شرح المقنع ج ۱ ص ٢٤٤
فائدة : لا بأس بشرب دواء مباج لقطع الحيض إذا
أمن ضرره ، نص عليه واعتبر القاضي إذن الزوج كالعزل ، وشربه يجوز لإلقاء نطفة ذكره
في الوجيز ، ويجوز لحصول الحيض إلا قرب رمضان لتفطر ، ذكره أبو يعلى الصغير
٧. فتاوي شرعية معاصرة ، محمد إبراهيم الحفناوي ص ٢٨٠
وتناول هذه الحبوب لأجل الصوم ليس
ممنوعا شرعا، لأنه لا يوجد دليل على المنع، اللهم إلا إذا ثبت أنه يلحق الضرر
بالمرأة لقوله صلى الله عليه وسلم لا ضرر ولا ضرار. ففي هذه الحالة يحرم تناولها.
لذلك فمن الأفضل عند إرادة تناولها مشاورة طبيب مختص، إلا إذا كانت معتادة عليها،
ولا يلحقها ضرر بسببها. والله أعلم
Editor : MI
Nara Sumber : Kiai Aniq Abdullah, S.Pd.I
Redaksi menerima pertanyaan seputar keislaman.Silahkan kirim via WA 085228654655 / 085640641399
Komentar0